Transaksi Modern
A.
Pengertian Transaksi Modern
Pengertian
transaksi adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang dan dapat
menimbulkan perubahan terhadap harta atau keuangan, baik itu bertambah maupun
berkurang. Contoh dari melakukan transaksi diantaranya ialah membeli barang,
menjual barang, berhutang, memberi hutang, dan membayar berbagai kebutuhan
hidup. Dahulu, kegiatan transaksi dilakukan dengan tatap muka (face to face), namun pada era modern ini
transaksi tidak mengharuskan dua atau lebih orang yang bertransaksi untuk
bertemu. Hal ini juga yang menjadi ciri dari kegiatan transaksi modern yaitu
transaksi yang dilakukan secara online. Transaksi online adalah transaksi yang
dilakukan penjual dan pembeli secara online melalui media internet, tidak ada
perjumpaan langsung antara pembeli dan penjual.
Era
digital, perkembangan transaksi serba online; jual bei secara online seperti
Lazada, shape,dan lain-ain. Trasportasi oneline seperti grap, gojek, dana
lain-lain, e-tall, e-ticket, dan lain-lain, segala langkah masyarakat dihadang
serba e-termasuk perkembangan transaksi perekomonian dan perdagangan.
B. Jenis-jenisTransaksi Modern
1. Jual Beli Online
Bagaimana
hukum jual beli online menurut Islam?
Apakah transaksi online memenuhi
syarat ijab kabul yang ditentuka ndalam Islam?
Menurut kitab FathulMu’in, Ijab dan qabul dalam transaksi ekonomi adalah:
ﻚﻟاﺬﻛ
ﻚُﻠﻤﺘﻟا ﻲﻠﻋ
لد ﺎﻣ
ﻮھ لﻮﺒﻘﻟاو،ةﺮھﺎظ
ﺔﻟﻻد ﻚﯿِﻠﻤﺘﻟا ﻰﻠﻋ
لد ﺎﻣ
ﻮھ بﺎﺠﯾﻻا
Ijab adalah bukti yang menunjukan atas
penyerahan dengan bukti yang jelas (dapat dipertanggungjawabkan), sedangkan
Kabul adalah bukti yang menunjukan atas penerimaan.
Adapun
pandangan mayoritas mazhab Syafii menyarankan agar barang yang akan dijual belikan
harus terlihat terlebih dahulu secara kasatmata. Namun, ini merupakan bentuk ihtiyath (kehati-hatian) agar tidak
terjadi penipuan sebagaimana hadis Nabi Saw.:
Artinya : “Rasulullah
melarang jualbeli dengan lemparan batu dan penipuan” (HR Muslim)
Berdasarkan
kebiasaan, sebelum transaksi pembeli biasanya telah melihat mabi’ (barang yang dijual) dan telah
dijelaskan sifat dan jenis barang tersebut (salam)
serta memenuhi syarat dan rukunjualbeli yang lainnya oleh penjual melalui situs
online yang dimiliknya.
Selain
itu, bila sudah cocok atas barang yang dideskripsikan oleh penjual, pembeli
mentransfer biaya yang ditentukan penjual, dan menunjukkan struk pembelian.
Setelah itu, penjual melakukan proses pembelian. Bila praktik jualbeli online seperti ini sudah dilakukan dan
tidak ada yang dirugikan, maka hokum jualbeli online menjadi sah. Hal tersebut sebagaimana difatwakan oleh Syekh
Muhammad bin Ahmad Al-Syathiri dalam karyanya syarah Al-Yaqut an-Nafis:
والعبر
ة في العقود لمعا نيهالالصورالالفاظوعن البيع والشراء بواسطة التيلفون والتلكس
والبر قيا ت كل هذ ه الو ساءل و ا مثلها مثلها معتمد اليوم وعليها العمل
Yang
dipandang dalam transaksi adalah kontennya bukan bentuk lafalnya.Transaksi jual
beli dengan menggunakan alat informasi seperti telepun, tekx dan telegram yang
digunakan sekarang boleh dipakai.
2. Nikah Online
Pernikahan
dalam Islam memiliki beberapa rukun dan syarat. Rukun dan syarat nikah
memengaruhi sah atau tidaknya pernikahan menurut Islam. Rukun nikah yang
disepakati oleh mayoritas ulama terdiridari lima rukun; ada mempelai pria, ada
mempelai wanita, adawali nikah, adanya dua orang saksi, dan ada ijabkabul.
Seiring majunya teknologi, ada beberapa rukun nikah yang dilaksanakan secara
jarak jauh dengan bantuan teknologi. Beberapa yang kerap ditemui adalah
mempelai pria mengucapkan kabul di tempat yang jauh dari mempelai wanita, wali,
dan duasaksi. Fasilitas telepon atau video
call dipakai untuk mengucapkan akad nikah jarakjauh. Lalu, apakah akad
nikah seperti ini diperbolehkan?
Dalam
Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan, ulama fikih berpendapat jika
ijab dan kabul dipandang sah apabila telah memenuhi beberapa persyaratan. Ijab
kabul sendiri memiliki empat syarat yang harus diperhatikan;
a.
ijab dan kabul dilakukan dalam satu majelis.
b.
Kesesuaian antara ijab dan kabul.
Misalnya wali mengatakan, "Saya nikahkan
anda dengan putri saya A...", kemudian calon suami menjawab,
"Saya terima nikahnya B...", maka nikahnya tidak sah, karena antara ijab
dan kabul tidak sesuai.
c.
yang melaksanakan ijab (wali) tidak
menarik kembali ijabnya sebelum kabul dari calon suami.
d.
Berlaku seketika. Maksudnya, nikah
tidak boleh dikaitkan dengan masa yang akan datang. Jika wali mengatakan,
"Saya nikahkan anda dengan putri saya
besok atau besok lusa," maka ijab dan
kabul seperti ini tidak sah.
Pengertian
ijab dan Kabul dalam satu majelis ini tidak semua ulama sepakat soal
penjelasannya. Ada yang mengartikan harus dalam satu tempat, ada pula yang
mengartikan tak harus dalam satu tempat. Imam Syafi'I lebih cenderung
memandangnya dalam arti fisik. Wali dan calon suami harus berada dalam satu
ruangan sehingga mereka dapat saling memandang. Hal ini dimaksudkan agar kedua
pihak saling mendengar dan Memahami secara jelas ijab dan kabul yang mereka
ucapkan. Sehingga ijab dan Kabul benar-benar sejalan dan bersambung.
Menurut Imam Syafi'i, dua orang
saksi juga harus melihat secara langsung dua orang yang berakad. Dua orang
saksi tidak cukup hanya mendengar ucapan ijab dan kabul yang diucapkan oleh
mereka. Kepastian itu diperoleh saksi melalui penglihatan dan pendengaran yang
sempurna. Meskipun keabsahan suatu ucapan atau perkataan dapat dipastikan
dengan pendengaran yang jelas, namun kepastian itu harus diperoleh dengan
melihat secara langsung wali dan calon suami.
Sementara
pendapat berbeda diungkapkan MajelisTarjih PP Muhammadiyah dalam
kumpulan fatwanya. Menurut Majelis Tarjih, yang dimaksud dengan ijab kabul
dilakukan dalam satu majelis adalah ijab dan kabult erjadi dalam satu waktu.
Yang lebih dipentingkan adalah kesinambungan waktu bukan tempat.
3. Kloning
Kata
kloning ini berasal dari kata “clone”
kata dalam bahasa inggris yang berarti potongan yang digunakan untuk
memperbanyak tanaman, kloning ini pertama kali muncul dari usulan Herbert
Webber pada tahun 1903 dalam mengistilahkan sekelompok individu makhluk hidup
yang dilahirkan dari satu induk tanpa proses seksual. Secara definisi dan
pengertian, cloning adalah suatu
upaya tindakan untuk memproduksi atau menggandakan sejumlah individu yang
hasilnya secara genetik samapersis (identik) berasal dari induk yang sama,
mempunyai susunan (jumlah dan gen) yang sama. Sedangkan cloning adalah sejumlah
organisme hewan maupun tumbuhan yang terbentuk melalui hasil reproduksi seksual
dan berasal dari satu induk yang sama. Setiap bagian dari klon tersebut
memiliki susunan dan jumlah gen yang sama dan kemungkinan besar fenotipnya juga
akan sama.
Menurut beberapa
pandangan ulama kontemporer.
Para
ulama mengkaji kloning dalam pandangan hukum Islam bermula dari ayat berikut:
“… Kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami
jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki …” (QS. 22/al-Hajj: 5).
Abul
Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat dengan mengutip ayat di atas, bahwa ayat tersebut
menampakkan paradigma al-Qur’an tentang penciptan manusia mencegah
tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat
kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya
dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas. Selanjutnya, ia mengutip ayat
lain yang berkaitan dengan munculnya prestasi ilmiah atas kloning manusia,
apakah akan merusak keimanan kepada AllahSwt sebagai Pencipta? Abul Fadl
menyatakan “tidak”, berdasarkan pada pernyataan al-Qur’an bahwa Allah Swt telah
menciptakan Nabi Adam As. tanpa ayah dan ibu, dan Nabi Isa As. tanpa ayah,
sebagai berikut:
“Sesungguhnya misal (penciptaan)
`Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam
dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya:“Jadilah” (seorang manusia),
maka jadilah dia” (QS.
3/Ali ‘Imran: 59).
Pada surat yang sama juga dikemukakan:
“(Ingatlah), ketika Malaikat
berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu ( dengan kelahiran
seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat ( yang datang) daripada-Nya,
namanya al-Masih `Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat
dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara
dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara
orang-orang yang saleh. Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai
anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun”. Allah
berfirman (dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah
dia” (QS.
3/Ali ‘Imran: 45-47).
Hal yang
sangat jelas dalam kutipan ayat-ayat di atas adalah bahwa segala sesuatu
terjadi menurut kehendak Allah. Namun, kendati Allah menciptakan sistem
sebab-akibat di alam semesta ini, kita tidak boleh lupa bahwa Dia juga telah
menetapkan pengecualian-pengecualian bagi sistem umum tersebut, seperti pada
kasus penciptaan Adam As. dan Isa As. Jika kloning manusia benar-benar menjadi
kenyataan, maka itu adalah atas kehendak AllahSwt. Semua itu, jika manipulasi
bioteknologi ini berhasil dilakukan, maka hal itu sama sekali tidak mengurangi
keimanan kita kepada AllahSwt sebagai Pencipta, karena bahan-bahan utama yang
digunakan, yakni sel somatis dan sel telur yang belum dibuahi adalah benda ciptaan
AllahSwt.
KH. Ali Yafie dan Dr. Armahaedi Mahzar (Indonesia), Abdul Aziz
Sachedina dan Imam Mohamad Mardani (AS) juga mengharamkan, dengan alasan
mengandung ancaman bagi kemanusiaan, meruntuhkan institusi perkawinan atau
mengakibatkan hancurnya lembaga keluarga, merosotnya nilai manusia, menantang
Tuhan, dengan bermain tuhan-tuhanan, kehancuran moral, budaya dan hukum.
M. Kuswandi, staf pengajar Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta juga berpendapat
teknik kloning diharamkan, dengan argumentasi: menghancurkan institusi
pernikahan yang mulia (misal: tumbuh suburnya lesbian, tidak perlu laki-laki
untuk memproduksi anak), juga akan menghancurkan manusia sendiri (dari sudut
evolusi, makhluk yang sesuai dengan environment-nya
yang dapat hidup).
Dari
sudut agama dapat dikaitkan dengan masalah nasab yang menyangkut masalah hak
waris dan pernikahan (muhrim atau bukan), bila diingat anak hasil kloning hanya
mempunyai DNA dari donor nucleus
saja, sehingga walaupun nukleus
berasal dari suami (ayah si anak), maka DNA yang ada dalam tubuh anak tidak
membawa DNA ibunya. Dia seperti bukan anak ibunya (tak ada hubungan darah,
hanya sebagai anak susuan) dan persis bapaknya (haram menikah dengan saudara
sepupunya, terlebih saudara sepupunya hasil kloning juga).
Selain itu, menyangkut masalah kejiwaan, bila melihat bahwa beberapa kelakuan
abnormal seperti kriminalitas, alkoholik dan homoseks disebabkan kelainan kromosan. Demikian pula masalah kejiwaan
bagi anak-anak yang diasuh oleh single
parent, barangkali akan lebih kompleks masalahnya bagi donor nukleus bukan dari suami dan yang
mengandung bukan ibunya.
Sedangkan
ulama yang membolehkan melakukan kloning mengemukakan alasan
sebagai berikut:
a.
Dalam Islam, kita selalu diajarkan
untuk menggunakan akal dalam memahami agama.
b.
Islam menganjurkan agar kita menuntut ilmu
c.
Islam menyampaikan bahwa Allah
selalu mengajari dengan ilmu yang belum ia ketahui (lihat QS. 96/al-‘Alaq).
d.
Allah menyatakan, bahwa manusia tidak akan
menguasai ilmu tanpa seizin
Allah (lihat ayat Kursi pada QS. 2/al-Baqarah:
255).
Dengan
landasan yang demikian itu, seharusnya kita menyadari bahwa penemuan teknologi
bayi tabung, rekayasa genetika, dan kemudian kloning adalah juga bagian dari
takdir (kehendak) Ilahi, dan dikuasai manusia dengan seizin-Nya. Penolakan
terhadap kemajuan teknologi itu justru bertentangan dengan prinsip-prinsip yang
diajarkan dalam Islam.
Ada juga
di kalangan umat Islam yang tidak terburu-buru mengharamkan ataupun
membolehkan, namun dilihat dahulu sisi-sisi kemanfaatan dan kemudharatan di
dalamnya. Argumentasi yang dikemukakan sebagai berikut:
Perbedaan
pendapat di kalangan ulama dan para ilmuan sebenarnya masih bersifat tentative, bahwa argumen para
ulama/ilmuan yang menolak aplikasi kloning pada manusia hanya melihatnya dari
satu sisi, yakni sisi implikasi praktis atau sisi applied science dari teknik kloning. Wilayah applied science yang mempunyai implikasi sosial praktis sudah
barang tentu mempunyai logika tersendiri. Mereka kurang menyentuh sisi pure science (ilmu-ilmu dasar) dari
teknik kloning, yang bisa berjalan terus di laboratorium baik ada larangan
maupun tidak. Wilayah pure science juga punya dasar pemikiran dan
logika tersendiri pula.
Selanjutnya,
ada pula agamawan sekaligus ilmuan menyatakan bahwa tujuan agama menurut
penuturan Imam al-Syatibi yang bersifat dharuri ada lima, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan,
dan harta. Oleh karena itulah maka kloning itu kita uji dari sesuai atau
tidaknya dengan tujuan agama. Bila sesuai, maka tidak ada keberatannya kloning
itu kita restui, tetapi bila bertentangan dengan tujuan-tujuan syara’ tentulah
kita cegah agar tidak menimbulkan bencana. Kesimpulan yang diberikan klonasi ovum manusia itu tidak sejalan
dengan tujuan agama, memelihara jiwa, akal, keturunan maupun harta, dan di
beberapa aspek terlihat pertentangannya.
Untuk
menentukan apakah syari’at membenarkan pengambilan manfaat terapeutik dari kloning manusia, kita harus mengevaluasi manfaat vis a vis mudharat dari praktek ini. Dengan berpijak pada kerangka
pemikiran ini, maka manfaat dan
mudharat terapeutik dari kloning
manusia dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Mengobati
penyakit.
Teknologi kloning kelak dapat membantu manusia dalam menentukan obat kanker, menghentikan serangan jantung, dan membuat
tulang, lemak, jaringan penyambung atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh
pasien untuk tujuan bedah penyembuhan dan bedah kecantikan. Sekedar melakukan
riset kloning manusia dalam rangka menemukan obat atau menyingkap
misteri-misteri penyakit yang hingga kini dianggap tidak dapat disembuhkan
adalah boleh, bahkan dapat dijustifikasikan pelaksanaan riset-riset seperti ini
karena ada sebuah hadits yang menyebutkan: “Untuk setiap penyakit ada obatnya”.
Namun, perlu ditegaskan bahwa pengujian tentang ada tidaknya penyakit keturunan
pada janin-janin hasil kloning guna menghancurkan janin yang terdeteksi
mengandung penyakit tesebut dapat melanggar hak hidup manusia.
b.
Infertilitas. Kloning manusia memang dapat
memecahkan problem ketidaksuburan,
tetapi tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Ian Wilmut, A.E. Schieneke, J. Mc.
Whir, A.J. Kind, dan K.H.S. Campbell harus melakukan 277 kali percobaan sebelum
akhirnya berhasil mengkloning “Dolly”. Kloning manusia tentu akan melewati
prosedur yang jauh lebih rumit. Pada eksperimen awal untuk menghasilkan sebuah
klon yang mampu bertahan hidup akan terjadi banyak sekali keguguran dan
kematian. Lebih jauh, dari sekian banyak embrio yang dihasilkan hanya satu
embrio, yang akhirnya ditanam ke rahim wanita pengandung sehingga embrio-embrio
lainnya akan dibuang atau dihancurkan. Hal ini tentu akan menimbulkan problem
serius, karena nenurut syari’at pengancuran embrio adalah
sebuah
kejahatan. Selain itu, teknologi kloning melanggar sunnatullah dalam proses
normal penciptaan manusia, yaitu bereproduksi tanpa pasangan seks, dan hal ini
akan meruntuhkan institusi perkawinan. Produksi manusia-manusia kloning juga
sebagaimana dikemukakan di atas, akan berdampak negatif pada hukum waris Islam
(al-mirâts).
c.
Organ-organ
untuk transplantasi. Ada
kemungkinan bahwa kelak manusia dapat mengganti
jaringan tubuhnya yang terkena penyakit dengan jaringan tubuh embrio hasil
kloning, atau mengganti organ tubuhnya yang rusak dengan organ tubuh manusia
hasil kloning. Manipulasi teknologi untuk mengambil manfaat dari manusia hasil
kloning ini dipandang sebagai kejahatan oleh hukum Islam, karena hal itu
merupakan pelanggaran terhadap hidup manusia.
d.
Menghambat
Proses Penuaan. Ada
sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat
proses penuaan berkat apa yang kita pelajari dari kloning. Namun hal ini bertentangan
dengan hadits yang menceritakan peristiwa berikut:
Orang-orang Badui
datang kepada NabiSaw,
dan berkata: “Hai
asulallah, haruskah kita mengobati diri kita sendiri? NabiSaw menjawab:
“Ya, wahai hamba-hamba Allah, kalian harus mengobati (diri kalian sendiri)
karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit tanpa menyediakan
obatnya, kecuali satu macam penyakit”. Mereka bertanya: “Apa itu?” Nabi Saw
menjawab: “Penuaan”.
e.
Jual beli
embrio dan sel. Sebuah
riset bisa saja mucul untuk memperjual-belikan embrio dan sel-sel tubuh hasil kloning. Transaksi-transaksi
semacam ini dianggap bâthil (tidak
sah) berdasarkan pertimbangan-pertimbangan.Seseorang tidak boleh
memperdagangkan sesuatu yang bukan miliknya
Sebuah
hadits menyatakan: “Di antara orang-orang
yang akan dimintai pertanggungjawaban
pada Hari Akhir adalah orang yang menjual manusia merdeka dan memakan hasilnya”.Dengan
demikian, potensi keburukan yang terkandung dalam teknologi kloning manusia
jauh lebih besar daripada kebaikan yang bisa diperoleh darinya, dan karenanya
umat Islam tidak dibenarkan mengambil manfaat terapeutik dari kloning manusia.
Belum ada Komentar untuk " Transaksi Modern"
Posting Komentar